Berawal dari modal Rp25 juta yang dikumpulkan dari honornya sebagai pegawai kontrak di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar, Hasdar mencoba peruntungan di bisnis kuliner bersama rekannya pada tahun 2017.
Namun, usaha kuliner berbasis franchise yang dijalankan anak perusahaan Jaffa itu tidak berkembang signifikan dan akhirnya bubar pada tahun 2018.
Lahirnya Brand Lazuna
Tak ingin menyerah, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin ini memutar otak untuk menciptakan usaha baru dengan harga lebih terjangkau dan mampu membuka lapangan pekerjaan.
"Waktu itu saya berpikir, brand apa yang cocok? Selain mudah diingat, kuliner ini juga harus digemari orang. Terbesitlah nama 'Lazuna' hingga sebesar sekarang," ucap Hasdar.
Pria kelahiran Rappang, 10 Juli 1990 ini mengisahkan, usaha kuliner berbasis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) itu awalnya dijalankan dengan modal seadanya. Beruntung, bantuan finansial dari keluarga datang, sehingga usahanya bisa berdiri.
Pada awal 2019, Hasdar mulai merintis usaha kuliner dengan lapak sederhana. Seiring waktu, usaha tersebut berkembang menjadi rumah makan siap saji dengan pelanggan yang terus bertambah.
"Mengapa dinamakan Lazuna? Dalam bahasa Bugis, Lazuna berarti rempah-rempah atau bawang. Bahan ini sering digunakan sebagai pelengkap masakan agar lebih gurih dan enak. Dari situlah nama Lazuna dikenal masyarakat," jelasnya.
Perjuangan dan Perkembangan Lazuna
Menurut Hasdar, perjuangan membangun bisnis kuliner tidaklah mudah. Persaingan ketat membuatnya harus jatuh bangun, apalagi produk utama Lazuna adalah ayam geprek—makanan yang sudah banyak dijual di pasaran.
Namun, dengan strategi harga bersaing, produk Lazuna berhasil menarik perhatian pelanggan. Harga menu Lazuna dibanderol mulai dari Rp12 ribu hingga Rp19 ribu per paket lengkap.
Kini, Lazuna telah menjadi brand lokal dengan enam cabang di Kota Makassar, yakni di Jalan Perintis Kemerdekaan, Perumahan Dosen Unhas, Jalan Tallasalapang, Kompleks BTP Tamalanrea, Jalan Paccerakkang Daya, serta yang terbaru di Jalan Tamalate Raya.
Meskipun konsepnya mirip dengan makanan siap saji dari luar negeri, seluruh bahan baku Lazuna—termasuk rempah-rempah dan ayam—merupakan produk lokal.
Lazuna di Tengah Pandemi
Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak awal 2020 berdampak besar pada UMKM, termasuk Lazuna. Banyak bisnis kecil gulung tikar akibat perputaran ekonomi yang stagnan.
Hasdar mengakui, bisnisnya ikut terdampak cukup signifikan. "Saat itu usaha kami sedang naik daun, tiba-tiba pandemi membuat semuanya anjlok. Tidak hanya saya, pelaku UMKM lain juga merasakan hal yang sama," ungkapnya.
Sebagai anggota Komunitas Tangan Di Atas (TDA) Makassar, Hasdar mendapat dukungan dari para pengusaha UMKM lainnya untuk tetap bertahan.
"Sejak pandemi, kami di TDA saling menguatkan satu sama lain. Banyak usaha yang tidak aktif, bahkan saya pun harus mengurangi jumlah pegawai dari sebelumnya 100 orang menjadi 70 orang. Sebagian besar pekerja kami adalah mahasiswa yang tetap bisa kuliah sambil bekerja," tuturnya.
Strategi Bertahan dan Harapan bagi UMKM
Pada awal pandemi, omzet Lazuna turun drastis akibat pembatasan sosial. Namun, Hasdar berupaya bertahan dengan meningkatkan promosi melalui media sosial serta bekerja sama dengan layanan pesan antar seperti Gojek dan Grab.
Menurutnya, dukungan pemerintah sangat penting bagi UMKM agar bisa bangkit kembali. "Pelaku UMKM sangat butuh bantuan permodalan. Pemerintah harus hadir dan memberikan dukungan agar usaha kecil bisa terus berjalan," harapnya.
Berkat usahanya yang gigih, Lazuna berhasil bertahan dan bahkan mendapatkan penghargaan dari GrabFood sebagai salah satu UMKM kuliner terfavorit di Makassar.
Kini, selain terus mengembangkan usahanya, Hasdar juga tengah mempersiapkan diri untuk melangkah ke pelaminan pada Agustus mendatang.
0 Comments